Berita
Pendidikan Indonesia Butuh Revolusi Pemikiran
- 23 February 2021
- Posted by: webmaster
- Category: artikel widuri
Penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, menegaskan Indonesia perlu menciptakan renaisans guna mendorong revolusi pikir terhadap paradigma pendidikan.
Hal ini disampaikan Rizal dalam workshop “Penguatan Soft Skill melalui Gerakan Sekolah Menyenangkan” yang digelar GSM bersama Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bidang Mesin dan Teknik Industri (BBPPMPV BMTI).
“Indonesia perlu menciptakan renaisans di bidang pendidikan. Revolusi pikir terhadap paradigma pendidikan harus sudah terjadi saat ini,” tegasnya. Dalam kesempatan tersebut Rizal menyampaikan, menarik untuk dipahami bahwa ternyata tren global yang akan terjadi di masa akan datang membuat semakin banyak individu semakin berdaya (individual empowerment).
“Artinya, sebenarnya di masa depan akan banyak individu yang punya kesempatan akses ke informasi, pengetahuan dan sumber daya,” jelasnya.
Pemberdayaan individu Hal ini dapat terjadi karena Rizal menilai nature dari teknologi yang mudah, murah dan cepat untuk diakses karena adanya cloud computing dan semakin beragamnya teknologi sehingga kesempatan setiap individu untuk akses informasi menjadi lebih luas.
“Akibat dari itu, sebenarnya semakin banyak individu dari kelas menengah yang taraf dan kualitas kehidupannya justru semakin meningkat di masa depan. Akses kesehatan dan pendidikan semakin membaik dan ekonomi semakin meningkat,” ungkap Rizal. Oleh karena akses terhadap pengetahuan, Rizal menambahkan, informasi dan sumber daya semakin meningkat, maka semakin banyak individu yang memiliki power.
“Artinya, tren yang akan terjadi di masa depan adalah terjadinya diffusion of power. Dulu power hanya dimiliki oleh segelintir penguasa dan elitis sehingga kontrol berasal dari pusat,” kata Rizal. Ia melanjutkan, “Namun, semakin ke depan, power akan tersebar ke individu-individu bahkan kelas menengah sehingga kelas menengah akan semakin meningkat di masa depan. Fenomena ini disebut dengan Global Middle Class.” Di satu sisi, berita ini adalah kabar baik karena semakin banyak orang yang level kehidupannya meningkat secara materi.
Di sisi lain, ini justru mendorong pergeseran tatanan, peradaban dan nature interaksi kehidupan manusia yang sangat fundamental dan seperti yang telah terjadi sebelum-sebelumnya. “Pergeseran peradaban berpotensi menimbulkan gesekan konflik, instabilitas hingga berujung kekerasan apabila hal ini tidak diantisipasi,” kata Rizal mengingatkan.
Selain itu, kualitas kehidupan yang meningkat juga memberikan efek semakin melebarnya ketimpangan karena semakin ketertinggalan individu kelas bawah yang tidak mendapatkan akses terhadap terknologi akibat permasalahan ekonomi atau kurangnya kapabilitas menggunakan teknologi.
Pendidikan berbasis keterampilan Melihat potret pendidikan Indonesia yang masih cukup jauh menuju ke arah sana, Rizal berpandangan Indonesia membutuhkan renaissans di bidang pendidikan.
“Revolusi pikir secara fundamental terhadap paradigma pendidikan Indonesia dibutuhkan untuk menghadapi pergeseran peradaban ini,” tegasnya.
Mengutip John Dewey, Rizal menjelaskan kondisi suatu bangsa dapat dilihat dari muka di kelas-kelasnya, maka pendidikan menjadi kunci utama dalam mendorong masyarakat Indonesia survive melewati gesekan konflik pergeseran peradaban ini.
“Peran pendidikan yang utama adalah bagaimana agar percepatan teknologi di masa akan datang tidak menggerus peran manusia dalam kehidupan. Ini adalah proyeksi pendidikan di masa akan datang,” Rizal menegaskan. Ia menambahkan, “maka dari itu, pendidikan yang dipersiapkan harus berdasar pada human centered dan personalisasi.” Artinya, yang diajarkan tidak hanya mengenai konten-konten pendidikan berbasis akademik melainkan keterampilan skill dan knowledge mengenai ketahanan diri di masa depan, seperti life skill, social skill dan mental balance.
“Terbukti bahwa pemaparan dari Dirjen Vokasi, Wikan Sakarinto, bahwa permasalahan aspirasi pengguna tenaga kerja yang notabene lulusan perguruan tinggi seputar ketahanan diri dalam menghadapi tekanan dunia kerja, kurangnya komunikasi lisan dan tulisan, bekerjasama dengan tim dan inisiatif yang kurang,” ungkap Rizal.
“Hal ini menjadi penanda bahwa renaisans dalam bidang pendidikan sangat dibutuhkan,” ujarnya. Pendidikan yang dipraktikkan, menurutnya, harus dapat memantik empati dan kepedulian masing-masing individu terhadap peran kemanusiaan di masa depan dan complex problem solving untuk permasalahan yang ada di sekitar.
“Untuk mempercepat perubahan tersebut, perlu terjadi juga pergeseran peran leadership para birokrat yang semula cenderung identik dengan permasalahan seputar administratif, menuju purposefulness leadership, yaitu leader yang mampu mengarahkan visi ke depan dengan empati. Sumber