Berita
“Mengapa Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia Bukan Pelajaran Wajib?”
- 4 May 2021
- Posted by: webmaster
- Category: artikel widuri

Sebelum pembahasan lebih jauh tentang permasalahan tersebut, mari kita pahami kembali isi dan makna Sumpah Pemuda berikut ini :
- Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia
- Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia
- Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia
93 tahun sudah Sumpah Pemuda telah berlalu, 28 Oktober 1928 tepatnya Indonesia memperingati hari bersejarah dimana para pemuda dan pemudi menggelorakan semangat untuk kemerdekaan Indonesia.
Yang mana mengajarkan para pemuda generasi bangsa, untuk membela tanah tumpah darahnya, bangsanya, dan berbangga terhadap bahasa Indonesia yang mampu membuat Indonesia bersatu tanpa perpecahan.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa, masyarakat Indonesia menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional sesuai dengan Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 Nomor 20 Tahun 2003.
Kebanggaan akan bahasa Indonesia, perlu ditekankan terlebih saat ini bahasa Indonesia mulai tergeser karena modifikasi bahasa, padahal tanpa pemahaman berbahasa yang baik, mengungkapkan isi dan ide akan sulit. Hal ini juga berpengaruh pada intelegensi dan rasa nasionalisme.
Lalu bagaimana dengan tidak tertulisnya mata kuliah atau pelajaran Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang standarisasi pendidikan nasional?
PP 57/2021 tentang standar nasional pendidikan yang ditekankan oleh Presiden Jokowi pada 30 Maret 2021. Isi aturan turunan tersebut tidak persis dengan UUD Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pendidikan Tinggi.
Dalam Pasal 40 Ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standarisasi Pendidikan Nasional tertulis kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa. Sementara Pasal 35 Undang – Undang menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
Namun, dalam surat Kemendikbud tertanggal 16 April 2021, Nadiem Makarim menyampaikan dua poin pertimbangan mengapa revisi PP 57/2021 harus dilakukan.
Pertama, dalam rangka pengamalan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu mengintegrasikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan.
Adapun yang kedua, ketentuan mengenai kurikulum pendidikan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan guru perlu diharmoniskan dengan peraturan perundang – undangan mengenai pendidikan tinggi.
“Sehingga untuk mencegah kesalahpahaman lebih jauh, kami akan mengajukan revisi PP SNP terkait substansi wajib.” ujar Nadiem lewat keterangan tertulis pada Jumat 16 April 2021.
Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam kurikulum perguruan tinggi murni keteledoran PP 57/2021.
Dengan demikian, Kemendikbud Nadiem Makarim dan Pemerintah harus menjelaskan secara terbuka untuk mengganti isi PP 57/2021 secara eksplisit dan inplisit mencantumkan secara jelas Pancasila yang telah dicetuskan hari lahirnya oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945 dan mengganti kata “Bahasa” dengan Bahasa Indonesia, sehingga tidak mengesankan ambigu dan kesalahpahaman persepsi masyarakat Indonesia.
Jangan sampai kelalaian seperti itu terjadi terus – menerus hingga terkesan seperti disengaja sehingga menimbulkan kesan kuat di publik bahwa ada pihak yang sengaja tanpa lelah terus berusaha untuk meninggalkan Agama, Pancasila dan Keindonesiaan dari para jiwa penerus bangsa, ini juga teguran untuk serius dan memperhatikan kebijakan – kebijakan petinggi kita, jangan sampai berkata kita pemuda Pancasila, kita pemuda Indonesia, namun ketika pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia dihilangkan kita malah diam saja.