Berita
Mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) Dari Kampus
- 2 March 2021
- Posted by: webmaster
- Category: artikel widuri

Mempersiapkan SDM yang handal melalui jalur pendidikan, terutama di kalangan akademisi yang belum diketahui dengan permasalahan mutu pendidikan, demikian pula dengan kualitas para pengajarnya atau dosen. Bicara tentang mutu pendidikan, masalah mendasarnya terletak pada belum adanya pemahaman tentang mutu pendidikan yang sebenarnya. Mutu pendidikan secara pragmatis masih diwujudkan dalam bentuk akreditasi sekolah dan akreditasi perguruan tinggi, padahal definisi mutu pendidikan secara hakiki adalah jauh lebih dalam dan mendasar dibandingkan akreditasi.
Mutu Pendidikan Di Indonesia
Definisi mutu pendidikan yang hakiki adalah pendidikan yang mampu memberdayakan individu atau kelompok individu serta masyarakat pada umumnya. Mutu pendidikan sering kali diselenggarakan dengan hasil UN sekolah maupun peringkat universitas tingkat nasional dan internasional.
Atas dasar pemahaman seperti itu, masih banyak sekolah dan perguruan tinggi saling berlomba peringkat lebih tinggi dalam akreditasi dan nilai tertinggi dalam UN. Semakin tinggi peringkat yang diraih, jumlah peserta didik yang masuk lembaga pendidikan itu tentu akan lebih banyak, lebih mungkin merekrut tenaga pengajar terbaik, mendapat hadiah yang lebih tinggi, pengakuan masyarakat luas, dan sebagainya.
Keberhasilan pendidikan atau manfaat pendidikan terwujud jika masyarakat terdidik berdaya mampu menyejahterakan dirinya dan meningkatkan kualitas hidupnya. Keberdayaan masyarakat seyogianya jadi tolok ukur pendidikan di mana masyarakat Indonesia menjadi masyarakat mandiri madani sejahtera. Karena itu, perlu pendefinisian kembali tolok ukur pendidikan dengan mencermati tingkat keberdayaan masyarakat. Selama ini untuklok ukurnya lebih bersifat pencitraan di mana lembaga pendidikan mencari akreditasi dan peringkat tinggi, sedangkan masyarakat umumnya mencari status sosial dengan ijazah.
Fakta tentang mutu pendidikan itu lalu ditambah dengan kualitas tenaga pengajar terutama di perguruan tinggi yang terkait peran mereka dalam menciptakan para sarjana yang tidak hanya punya keahlian dan keterampilan akademik yang baik, tetapi juga yang punya integritas dan siap masuk lapangan kerja. Syarat yang harus dipenuhi oleh dosen, harus memiliki kemampuan baik serta ilmu yang selalu berkembang. Selain itu, dosen dituntut untuk terus belajar, ikut belajar, ikut pelatihan agar selalu up date ilmu pengetahuan dan teknologinya. Kalau dosen statistik, maka dapat dipastikan ia mengajar sesuatu yang basi. Dosen harus bisa berpikiran terbuka dan juga mengikuti perkembangan ilmu dan menayangkan karyanya di tingkat global.
Permasalahan yang sejauh ini adalah jumlah dosen yang masih kurang di sebagian besar perguruan tinggi. Kemudian, tidak semua dosen memiliki kriteria yang memenuhi standar seperti mencapai pendidikan S-2 dan S-3. Belum lagi, masih sedikit perguruan tinggi yang melakukan upaya peningkatan mutu. Tentu saja siap tenaga dosen yang baik menjadi sangat krusial untuk menghasilkan sarjana yang berkualitas juga.
SDM Berkualitas Dari Kampus
Selama ini jalur para dosen untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, di antaranya sarana dan prasarana yang terbatas. Misalnya, kurangnya fasilitas buku di perpustakaan, laboratorium, dll. Namun, faktor lain juga berasal dari dosen itu sendiri.
Semua yang berkaitan dengan keterbatasan ilmu dan waktu. Banyak hal yang “nyambi” atau bahkan jendela sehingga kurang baik dan kurang disiplin dalam mengajar. Seharusnya setiap kebijakan dapat dibuat bersama antara PT dan Dikti. Tidak hanya terbatas pada perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi swasta melalui APTISI, misalnya, perlu dilibatkan juga.
Dari sisi mahasiswa atau calon sarjana, sudah diketahui pasti bila budaya literasi masih belum melekat di tengah pergaulan mereka sehari-hari di kampus. Demikian pula dengan rasa ingin tahu dan kritis yang belum terbentuk.
Jika masih banyak sarjana yang menganggur, masalah mungkin dapat ditelusuri dari faktor kedekatan antara perguruan tinggi dengan dunia industri atau usaha yang terlihat masih belum sinergis, bahkan belum tercipta sama sekali jalinan kerja sama untuk menyediakan lapangan kerja bagi para sarjana yang baru lulus itu.