Berita
Membangun Dunia Kampus Yang Aman Dari Kekerasan
- 4 September 2024
- Posted by: webmaster
- Category: BERITA KEMAHASISWAAN
Senin, 2 September 2024 mengawali kegiatan perkuliahan semester ganjil 2024/2025 ini dengan mengadakan kuliah Umum bagi seluruh mahasiswa program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Komunikasi.
Tema yang diangkat adalah “Membangun Dunia Kampus yang Aman dari Kekerasan” dengan pembicara yaitu Ibu RR. Zulia Kusumawardani, S.Sos, M.Si. Beliau adalah Alumni Strata Dua STISIP Widuri, praktisi anak di Kementerian Sosial RI dan Pekerja Sosial.
Tema ini sangat menarik untuk disampaikan kepada generasi muda khususnya mahasiswa. Saat ini kekerasan dengan berbagai dimensi marak terjadi dimasyarakat termasuk dalam lingkungan kampus. Dalam materinya, Zulia menyampaikan bahwa terdapat berbagai jenis kekerasan yang didalamnya ada Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis, Kekerasan seksual, dan Kekerasan Ekonomi.
Mengapa Kampus harus aman dari kekerasan?
Ada 4 hal yang disampaikan oleh Zulia dalam paparannya yaitu tentang Hak Asasi Manusia bahwa setiap individu berhak atas hidup yang aman dan bebas dari rasa takut, Kampus harus memiliki lingkungan pembelajaran yang kondusif bahwa kekerasan terutama kekerasan seksual dapat menciptakan lingkungan yang penuh ketakutan dan tidak kondusif bagi proses belajar mengajar, Meningkatkan reputasi kampus yang lebih baik dan akan dikenal sebagai kampus yang aman dan bebas dari kekerasan dan yang terakhir Mencegah dampak negatif jangka panjang bahwa jika mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa merasa tidak aman dilingkungan kampus maka potensi mereka untuk berkontribusi bagi masyarakat akan terhambat.
Dari beberapa jenis kekerasan yang sudah disampaikan diatas, fokus perhatian kuliah umum ini adalah pada jenis kekerasan seksual. Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan dan/atau perbuatan lain terhadap tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang secara paksa atau bertentangan dengan kehendak seseorang dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan fisik dan/atau psikis termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan aktivitasnya dan/atau kegiatan lain. Bentuk-bentuk kekerasan seksual menurut Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual/UU TPKS (UU No. 12/2022) yaitu: pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; kekerasan seksual berbasis elektronik; perkosaan; perbuatan cabul; persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan/ atau eksploitasi seksual terhadap anak; perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban; pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual; pemaksaan pelacuran; tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga; tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual; dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk salah satunya di lingkungan kampus. Kampus yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu yang aman dan nyaman agar mahasiswa dapat belajar secara maksimal, justru menjadi salah satu tempat penyumbang terjadinya kekerasan seksual.
Kekerasan seksual merupakan salah satu kejahatan yang harus diberantas. Diperlukan keterlibatan seluruh pihak untuk turut melakukan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan 31 Agustus 2021. Di dalam permen tersebut salahsatunya adalah mendorong pembentukan dan penguatan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di lingkungan kampus, sehingga dengan keberadaan Satgas PPKS di kampus dapat menjawab kebutuhan perlindungan dari kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Berdasarkan SK ketua STISIP Widuri nomor : 040/SK-KEMSW/STISIP/VI/2024, STISIP Widuri telah memiliki SATGAS PPKS yang diwakili oleh Dosen, Tenaga Pendidik dan Mahasiswa. Sehingga setiap mahasiswa dapat memanfaatkan keberadaan SATGAS STISIP Widuri ini apabila mendapatkan perlakuan kekerasan seksual atau menemui kasus yang sama didalam lingkungan STISIP Widuri.