Berita
Konsep Merdeka Belajar, Ideal tapi Belum Maksimal Diterapkan
- 4 May 2021
- Posted by: webmaster
- Category: artikel widuri

Salah satu program andalan Kemendikbud-Ristek adalah program Merdeka Belajar. Konsep Merdeka Belajar yang dicetuskan oleh Nadiem Makarim, tujuannya baik, agar peserta didik bahagia dalam menempuh pendidikan.
Para siswa diberi kebebasan untuk mengakses ilmu. Sumber ilmu bukan sebatas pada ruang kelas, guru, tetapi bisa di luar kelas, di media online atau internet, perpustakaan, dan juga di lingkungan sekitar. Guru tidak lagi menjadi sumber utama.
Dalam konteks ini, maka dibutuhkan kejelian guru untuk menterjemahkan konsep Merdeka Belajar. Guru harus kreatif agar siswa bisa dibimbing dan diarahkan sesuai konsep merdeka belajar.
Konsep merdeka belajar tidak lagi dibatasi oleh kurikulum, tetapi siswa dan guru harus kreatif, untuk menggapai pengetahuan. Siswa benar-benar dilatih untuk mandiri.
Menurut Nadiem Makarim konsep “Merdeka Belajar” paling tepat digunakan sebagai filosofi perubahan dari metode pembelajaran yang terjadi selama ini. Sebab dalam “Merdeka Belajar” terdapat kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran. (Kompas.com).
Salah satu alasan, banyak sekolah (di daerah) masih melakukan ujian manual, karena anak-anak belum terbiasa dengan komputerisasi. Hal ini disebabkan oleh dua alasan, pertama karena minimnya sarana prasarana, kedua Sumber Daya Manusia yang belum maksimal.
Konsep Ideal yang Penerapannya Belum Maksimal
Penerapan Merdeka Belajar, bukan tanpa hambatan. Ada beberapa kendala yang dihadapi di daerah.
- Merdeka Belajar belum maksimal diterapkan karena masalah Sumber Daya Manusia, (SDM). Program Merdeka Belajar menuntut kreativitas guru. Kenyataannya guru–guru di pedalaman masih minim kreativitas. Bila pendidik tidak kreatif untuk membimbing siswa maka, penerapan Merdeka Belajar memang ideal untuk zaman sekarang, tapi kenyataannya menjadi sulit untuk diterapkan.
- Mentalitas siswa dan guru. Persoalan yang dihadapi sekarang masalah mental anak. Masih banyak siswa dan guru yang harap gampang, minimnya keinginan untuk berjuang. Pengalaman di daerah menunjukkan demikian.
Masih banyak tokoh kunci seperti guru atau murid yang harap gampang. Belum lagi akses informasi yang terbatas, semakin menambah buram potret pendidikan di tanah air.