Berita
ARAH PERUBAHAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI WIDURI KE DEPAN
- 25 May 2020
- Posted by: webmaster
- Category: artikel widuri BERITA

Oleh Prof. Dr. Robert M.Z. Lawang, Ketua
I. Kampus WIDURI dalam The New Normal Society: Analisis Institusional
- Semua negara maju di dunia sudah menggunakan konsep The New Normal tetapi belum tahu persis apa yang dimaksudkan dan konsekuensinya terhadap penataan institusi sosial dalam masyarakat. Presiden Jokowi pernah mengangkatnya sebagai kebijakan pola hidup baru yang disebut “hidup berdamai dengan virus corona”. Saya tangkap maksud Presiden adalah supaya kita bekerja seperti sebelumnya (normal) dalam satu risiko ancaman virus corona yang dapat dikurangi karena penerapan pola hidup baru, atau kalau terjangkit maka institusi sosial kita dalam semua bidang kehidupan mampu mengatasinya (the new normal). Dengan demikian kita tidak dikrangkeng oleh ancaman virus corona. Dengan interpretasi itu maka konsep the new normal menunjuk pada pola hidup baru dengan sistem pengelolaan risiko yang ketat sehingga dapat menekan peluang terjangkit virus corona yang berfungsi memutus mata rantai penyebaran virus corona jangka pendek atau panjang di satu pihak dan dapat bekerja seperti biasa seperti keadaan normal sebelumnya di lain pihak.
- Pola hidup baru dengan sistem pengelolaan risiko yang ketat, sebagiannya sudah diatur dalam pedoman resmi WHO yang meliputi pencegahan, pengobatan atau perawatan yang disusun dari pengalaman-pengalaman sukses penanganan virus corona di pelbagai negara dalam SOP yang berstandar. Pemeritah Indonesia sudah menerapkan stadar-standar itu dalam pengendalian penyebaran virus corona selama ini dan mengurangi angka kematian. Itu berarti secara institusional kita sudah berpengalaman baik pada tingkatan mikro individual, mezzo kelompok atau komunitas, maupun makro nasional. Karena itu, pendekatan institusional dapat menjawab permasalahan the new normal society sedikit lebih sistematik dan sinerjik mikro- mezzo – makro.
- Ada banyak definisi institusi sosial dalam sosiologi. Di sini saya merumuskan institusi sosial sebagai instrument struktur sosial masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar lengkap dengan cara pemenuhannya sebagai suatu produk sosial, sehingga masyarakat itu dapat bertahan. Institusi sosial yang fungsional untuk bertahannya suatu masyarakat akan bertahan, dan sebaliknya. Dengan asumsi itu, maka institusi sosial di sini menunjuk pada nilai dan norma yang terkait pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat untuk mempertahankan eksistensinya. Ada beberapa komponen penting dalam definisi ini yang saling terkait: nilai dan norma, kebutuhan pokok, cara pemenuhan dan produk sosial.
Dengan dasar definisi itu mari kita membandingkan masa normal dan masa normal baru untuk konteks Indonesia.
- Virus corona sudah menyadarkan orang melalui media online bahwa ancaman mati bagi orang individual akan terjadi kalau orang tidak merubah perilaku terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, terhadap benda sekitar. Individu dapat merupakan sumber bencana bagi diri sendiri, bagi orang lain dalam keluarga, dalam komunitas, dalam masyarakat dan malah dalan seantero negara, tanpa diketahuinya dan tanpa orang mengetahuinya, kecuali melalui peralatan mikroskop. Ini sungguh-sungguh baru. Tidak ada institusi dalam masyarakat normal yang terbentuk atau dibentuk untuk mengatasi masalah ini. Karena itu perlu ada institusi lama yang dilengkapi dengan cara-cara penanganan baru.
- Kesehatan menjadi kebutuhan paling penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia setelah merebaknya virus corona Januari 2020 secara endemic di Wuhan – RRC dan dalam hitungan bulan menjadi pandemic seluruh dunia. Pelajaran dari negara-negara terjangkit dan akhirnya kita sendiri sejak Maret 2020 menunjukkan bahwa satu-satunya yang dapat menangkal penyebaran virus corona adalah perilaku manusia yang berstandar WHO (referensi) dalam bentuk preskripsi (predefined pattern of conduct) seperti:
2.1 Standard Precautions
… include hand hygiene and use of relevant PPE depending on risk of direct contact with patients’ blood, body fluids, secretions (including respiratory secretions) and non-intact skin, prevention of needle-stick or sharps injury; safe waste management; cleaning, disinfection and, where applicable, sterilization of patient-care quipment and linen, and cleaning and disinfection of the environment. Use of respiratory hygiene in anyone with respiratory symptoms should be encouraged. · Cover nose and mouth during coughing or sneezing with medical mask, cloth mask, tissue, or flexed elbow; · Followed by hand hygiene after contact with respiratory secretions. HCWs should apply WHO “My 5 moments for hand hygiene”: before touching a patient; before any clean or aseptic procedure; after body fluid exposure risk; after touching a patient; and after touching a patient’s surroundings. · Hand hygiene includes either cleansing hands with soap and water or the use of an alcohol-based hand rub (ABHR); · ABHR are preferred if hands are not visibly soiled; · Wash hands with soap and water when they are visibly soiled; |
- Mempertahankan jarak paling kurang 1 meter dalam interaksi sosial tatap muka di mana saja (social distancing). Termasuk di sini adalah karantina diri secara sukarela atau diharuskan karena sudah terkontaminasi virus, karantina rumah, karantina RT, RW, Desa atau kecamatan, kabupaten, provinsi dan malah negara.
- Membersihkan tangan dengan sabun atau hand sanitizer yang sesuai standar alcohol-based hand rub (ABHR); atau mandi kontak dengan benda yang diduga terdapat virus corona, dan/atau berada pada radius ketularan sekitar 1 meter di sekitar orang yang bersin atau batuk tanpa menggunakan masker.
- Menggunakan masker terutama kalau keluar rumah dan dalam rumah kalau ada kecurigaan satu atau lebih anggota keluarga yang menjadi pembawa (carrier) virus. Ada masker sekali pakai buang, dan ada yang dapat dicuci.
- Menjaga atau meningkatkan imunitas tubuh melalui asupan makanan bergizi seimbang atau suplemen.
- Membersihkan semua benda dalam rumah yang diduga menjadi tempat tinggal virus corona.
- Menghindari kerumunan yang diduga masuk dalam kategori zona kuning, apalagi merah.
- Bersedia atau secara proaktif dites secara laboratorium untuk mengetahui penularan dalam badan.
- Sejak Maret 2020 kesehatan menjadi sangat bernilai secara nasional karena ancaman virus corona yang tersembunyi, tidak pakai gejala (symptom), berdampak fatal kalau terjangkit, sehingga menakutkan. Dari sinilah muncul norma dalam bentuk keharusan yang sudah ditentukan standar pencegahan WHO. Jadi, nilai dan normanya bersifat lintas negara, tetapi perilaku termasuk organisasi pengatasannya bervariasi. Dari laporan TV dan pengamatan terlibat ada beberapa jenis perilaku yang dapat dikategorikan (sejak Maret sampai dengan akhir Mei 2020):
- Perilaku tidak disiplin dalam hal social distancing dapat dilihat di kerumunan pasar Tanah Abang Jakarta, dan ada pula yang tidak menggunakan masker, walaupun sudah diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Seorang analis sosial keagamaan – mengatakan ada perilaku yang tidak sinkron dengan ajaran agama Islam tentang menahan hawa nafsu selama puasa dan tindakan nyata. Dalam hal yang sangat penting ini, untuk sebagian orang Islam ajaran agama bisa dikalahkan oleh kepentingan sesaat dalam bidang materi, walau dengan risiko tertular virus corona. Hal yang sama juga terjadi penggaran terhadap larangan mudik.
- Namun demikian ada juga perilaku disiplin, yang patuh pada ketentuan PSBB. Kegiatan ibadah untuk semua agama tidak dilakukan dalam bentuk kerumunan lagi. Sebagian menggunakan fasilitas online dengan mengikuti ibadah dari rumah, atau beribadah dalam keluarga saja. Untuk beberapa masjid di Indonesia, penyelenggaraan sholad Id sudah dilakukan dengan memperhatikan social distancing dan penggunaan masker.
Dengan analisis value – rational – traditional Weberian, ada beberapa pola perilaku yang dapat menjamin berkurangnya korban virus corona karena pencegahan yang efektif.
- Value-rational basis: Pengetahuan dan keyakinan orang akan nilai kesehatan mendorong dia untuk bertindak secara instrumental (mematuhi seluruh ketentuan WHO) dengan hasil paling tinggi. Dia berhasil menekan risiko tertular dan kematian. Nilai kesehatan menjadi tujuan dan sekaligus motivasi Sebaliknya, pengetahuan tentang nilai kesehatan yang tidak diikuti dengan tindakan instrumental sebagian atau seluruhnya yang sesuai dengan standar WHO akan menghadapi situasi yang penuh risiko.
- Value-traditional basis: Pengetahuan dan keyakinan akan tradisi mendorong seseorang untuk bertindak karena tradisi selama ini mengatakan begitu. Mudik adalah sesuatu yang baik, karena itu harus dilaksanakan, bukan karena pertimbangan rasional tetapi karena kebiasaan semata. Mereka masuk dalam kategori penuh risiko.
- Value-traditional-rational basis: Mula-mula dia bersifat value-rational, lalu dijadikan kebiasaan baru melalui proses institutionalisasi dalam semua bidang terkait, yang salah satunya adalah perilaku individu. Kita sedang dalam proses ini. Yang terlibat antara lain (i) semua orang di Indonesia, (ii) institusi pemerintah vertical Pemerintah Pusat – Provinsi – Kabupaten/Kota – Desa (RW, RT), dan horizontal semua kementerian, lembaga tinggi negara seperti Kepolisian, TNI dll.
- Habituasi adalah proses membuat tindakan itu menjadi kebiasaan (habit) melalui serangkaian uji efektifitas dan efisiensi dalam praktek. Karena itu Berger dan Luckmann dengan analisis fenomenologi sosiologiknya (1966) memasukkan kebiasaan sebagai institusi sosial dasar dan dasar institusi sosial pada tingkat mikro. Institusi sosial pada tangkat mezzo seperti keluarga, juga mengacu pada kebiasaan yang dikembangkan oleh anggota keluarga dari kehidupan sehari-hari menjadi sebuah kebiasaan keluarga. Dengan kebiasaan itulah keluarga dapat bertahan. Pada tingkat makro (local) kebiasaan individu, kebiasaan keluarga menjelma menjadi kebiasaan umum (generalized) dalam suatu komunitas. Dengan begitu perilaku orang pada umumnya sama, solidaritas menjadi kuat. Dalam pengembangan kebiasaan untuk ketiga level terkait pencegahan virus corona, dia berproses dari value-rational ke kebiasaan dan menjadi tradisi mereka yang menyatu dengan aspek-aspek lainnya seperti agama (perlindungan dari bahaya virus corona), kesehatan (makanan, gizi dan higieni) pendidikan (sosialisasi dan praktek), kerumahtanggaan dan kemasyarakatan (solidaritas sosial), dsb.
II. Interaksi Kampus Widuri dan Masyarakat dalam The New Normal
- Kampus harus belajar dari perkembangan baru ini, pertama karena dia merupakan salah satu institusi yang anggota-anggotanya harus hidup dalam suatu era baru yang disebut dengan istilah the New Normal Society, dan kedua, karena kampus merupakan salah satu institusi yang bertanggungjawab untuk mendorong proses pembiasaan the new normal, atau secara umum disebut proses institusionalisasi.
- STISIP WIDURI mempunyai peluang untuk memberi kontribusi percepatan insitutusionalisasi the new normal sehingga dalam kondisi itu pembangunan dapat berjalan seperti pada zaman normal (bukan zaman Belanda) di satu pihak dan aman dari ancaman virus corona di lain pihak. Berikut ini peluangnya.
- Pendekatan pekerjaan sosial yang dikembangkan selama ini berbasis pengatasan masalah (problem solving method) yang secara teknis terarah pada satu perubahan yang terencana dengan baik dan bertanggungjawab. Pendekatan itu dikembangkan dalam dua jenjang S-1 dan S-2 dengan tingkat kedalaman dan keluasan yang proporsional melalui analisis mikro individual, mezzo keluarga atau kelompok dan makro komunitas. Pendekatan berbasis pengatasan masalah dan analisis institusional nilai – norma – kebutuhan pokok dengan kerangka value – rational – traditional untuk proses pembiasaan.
- Ilmu Komunikasi memiliki pendekatan yang memungkinkan rekayasa sosial untuk membuat sosialisasi the new normal dapat efektif menjangkau individu (mikro), keluarga dan kelompok (mezzo) dan komunitas (makro).
- Pengarusutamaan (mainstreaming) digital dalam pelaksanaan Tri Dharma WIDURI yang sudah dimulai membuat proses pembiasaan nilai, norma dan perilaku baru dapat menjadi pokok permasalahan untuk melengkapi sistem pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
III. Strategi
- Secara terbatas mulai mengembangkan paket terpadu antara pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam satu paket dengan memanfaatkan mahasiswa yang duduk pada jenjang menjelang skripsi atau tesis dengan teori-teori praktis yang baru (antara lain institusi), teknologi digital dan pendekatan berorientasi pengatasan masalah.
- Untuk S-2 yang akan menerima calon mahasiswa dari STISIP Banten Raya, perbahan ini langsung menjadi isu utama dalam pelaksanaan Tri Dharma WIDURI.
- Sebisanya memikirkan perubahan kurikulum yang lebih menjawab kebutuhan masyarakat dengan the new normal. Perubahan pada individual dosen akan menjadi dasar perubahan pada tingkat institusi.
Pustaka
- Berger P.L, and T. Luckmann, 1966. Social construction of reality. Penguin Books Ltd, Registered Offices: Harmondsworth. Middlesex. England First published in the USA. http://perflensburg.se/Berger%20social-construction-ofreality.pdf.Borlaug, Norman E. (https://www.nobelprize.org/prizes/peace/1970/borlaug/biographical/). Downloaded Mare 28, 2019.
- Bourdieu, P. 1986. The Forms of Capital. In J. Richardson (ed). Handbook of Theory and Research for Sociology of Education. New York: Greenwood Press.
- ILO and WHO. COVID-19 and Food Safety: Guidance for competent authorities responsible for national food safety control systems. Interim guidance. 22 April 2020.
- WHO/MERS/IPC/15.1 Rev 1. Infection prevention and control during health care for probable or confirmed cases of Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) infection. Interim guidance. Updated October 2019..
- Woolcock, Michael; Narayan, Deepa. 2000. “Social capital: implications for development theory, research, and policy (English)”. The World Bank research observer. — Vol. 15, no. 2 (August 2000), 25-249. http://documents.worldbank.org/curated/en/961231468336675195/Socia l-capital-implicationsfor-development-theory-research-and-policy .